Desember Tanpa Mama

Desember Tanpa Mama
Karya: Wilhelmina Yubilia Maris



"Mama, aku rindu." Bisikan dari relung hatiku saatku merangkai lukisan kata untuk kusuarakan dalam aksara. Tak ada kata yang indah, tak ada puisi-puisi manis, penaku seakan membatu. Hanya rindu yang bisa kukeluhkan, Desemberku kelabu.

Aku di sini, di kota besar ini sendiri, tanpa ocehan mama yang biasa kudengar tiap pagi dan belaan yang keluar dari mulut papa tiap kali mama merecoki tidurku. Mama adalah perempuan yang tegas. Disiplin adalah prinsipnya. Marahnya sering kali membuatku kesal, tetapi selalu menjadi tuju dari semua rinduku padanya. Aku merindukan suara seraknya yang menyambut tiap pagiku, memarahiku saat kemalasan menderaku, pun memujiku saat hal baik menghampiriku. Untuk siapapun di luar sana yang saat ini sedang kesal karena dimarahi ibunya, percayalah hal itu akan menjadi sesuatu yang paling kalian rindukan saat jauh darinya.

Aku adalah anak mama yang termuda, yang paling dekat dengannya. Saat jauh darinya, setengah jiwaku selalu ada bersamanya. Mama adalah sosok perempuan paling kuat yang pernah ketemui di planet ini. Menangis bukan ahlinya, sedangkan tegar adalah hidupnya. Aku memahami perasaannya setiap kali aku berpamitan untuk melangkahkan kakiku ke kota ini. Dia sedih, dia ingin menangis, tetapi matanya enggan berhujan dan pipinya tak suka dibasahi air yang pilu. Aku tahu, dia ingin ragaku di sana. Dia merindukan pulangku pada Desember kali ini. Dia menahanku di sini bukan tanpa alasan. Bukan karena dia ingin aku mandiri seperti katanya, namun lebih dari pada itu, cemasnya menang atas rindunya. Desember bersamaku dia korbankan untuk keselamatanku. Sungguh, tak apa bila harus menghabiskan Desemberku  sendiri asal kecemasan tak perlu menyertainya.

Aku merindukanmu di setiap detik yang kuhabiskan di bulan hujan ini, Ma. Aku rindu duduk bersamamu di teras rumah kala langit menampakkan warna jingganya sembari menikmati cookies Natal dan kopi hitam buatanmu. "Kamu masih kecil, jangan sering minum kopi." Kalimat yang biasa keluar dari bibirmu membuatku meringis. Bagimu, berapa pun usiaku, aku tetaplah gadis kecilmu yang harus kau awasi. Ah mama, aku begitu merindukanmu. 

Pada Desember kali ini, aku tak mengirimimu puisi-puisiku, Ma. Mereka menjadi tak berarti sebab rinduku padamu terlalu merajai. Goresan penaku tak mampu mewakili lukisan rinduku. Desemberku tak lagi berwarna, dia kelabu layaknya hatiku yang semakin sendu direngkuh rindu. Aku merindukanmu, Ma. Hingga tangis tak lagi mampu jadi penawar pun kata tak lagi mampu mengutarakan. Sungguh  jika itu tentangmu, aku tak 'kan bosan merangkai rindu. Kebahagiaan Desemberku padam,  sebab pelita hatiku tak ada. Netraku tak cukup kuat menembus jaraknya pandang. Desemberku sepi dibaluti rindu.  Desemberku kelabu tanpamu, Mama. 
"Selamat hari ibu 22 Desember 2018. Untaian rinduku 'kan selalu kupeluk pada setiap bisikanku di sepertiga malam . Semoga Tuhan selalu menyertaimu"




#GerakanPenaSastra
#TeamBlogger
#FanpageGerakanPenaSastra

Comments

Popular posts from this blog

50 Kumpulan Puisi Tema "Jejak Kepergian"

Cinta Dalam Doa Sujudku

Guruku Inspirasi ku